Jelaskan Fungsi Dari Rom Dan Hubungannya Dengan Bios
Kasus Indonesia -- lebih tepatnya: PSSI-- yang disanksi oleh FIFA membuat negara penggila sepakbola ini untuk kesulitan menikmati hiburan sepakbola lokal. Bagi masyarakat Indonesia yang sudah sangat haus dengan tontonan sepakbola lokal tersebut, kehadiran Piala Kemerdekaan, Piala Presiden, dan Piala Jenderal Sudirman menjadi sebuah penghapus dahaga. Tidak menuntaskan persoalan, tentu saja. Sekadar pemuas dahaga sementara.Sejalan dengan dahaga masyarakat sepakbola Indonesia, khususnya untuk gelaran Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman, ada satu regulasi menarik yang terus dipertahankan yaitu water break.Water break atau cooling break, jika diterjemahkan ke dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah istirahat untuk minum air. Bahasa Indonesia sudah lama mengenal frase "turun minum". Sesuai namanya, water break dilakukan agar para pemain, dan juga wasit, bisa mendapatkan kembali cairan tubuh mereka yang hilang terpakai setelah beraktivitas fisik selama pertandingan.Tidak seperti Liga Indonesia yang diadakan oleh pihak PT Liga Indonesia, kedua kejuaraan di atas diadakan oleh Mahaka Sport and Entertainment. CEO mereka, Hasani Abdulgani, menjelaskan aturan water break digunakan karena anggapan bahwa kondisi fisik pemain yang masih belum berada dalam level tertinggi pasca dihentikannya kompetisi resmi.Water break itu sendiri sebenarnya hanya mengambil alokasi waktu tiga menit (kadang bisa menjadi lima menit) dalam setiap babaknya, yaitu dilaksanakan pada menit ke-30 dan 75.Sebenarnya aturan water break sudah tidak asing di dunia sepakbola, terutama ketika berlangsung Piala Dunia 2014 di Brasil. Saat itu, pelatih Italia, Cesare Prandelli, adalah orang yang mencetuskan water break untuk dipakai di Piala Dunia 2014 (Baca juga: "Time-Out: Dibuang Sayang, Maka Perlu Ditimbang").FIFA sendiri sudah mengeluarkan kriteria khusus untuk water break. Para ofisial, termasuk ofisial kesehatan, akan membuat keputusan terkait water break yang dihasilkan dari studi kasus setiap sebelum pertandingan. Pertandingan mana yang masuk ke dalam kategori boleh atau tidaknya diadakan water break akan diputuskan satu jam sebelum kick-off. Secara umum, jika suhu udara mencapai 32 derajat Celcius (89,6 derajat Fahrenheit) maka water break dianjurkan untuk diadakan.Ketentuan water break dari FIFA juga jelas, yaitu selama 3 menit tetapi tidak memotong waktu pertandingan, artinya waktu pertandingan terus berjalan selama para pemain dan ofisial sedang beristirahat.Khusus untuk Indonesia dan Benua Asia, water break juga biasa dilakukan saat kesebelasan-kesebelasan asing, terutama asal Eropa, melakukan pertandingan di Asia. Hal ini dilakukan karena kondisi cuaca yang umumnya lebih panas dan lebih lembab di Asia. Pemain asal Eropa yang terbiasa dengan iklim lebih dingin tercancam bakal mengalami dehidrasi.Dinilai dari manfaat, water break memang dianjurkan. Namun pada kenyataannya kita juga tidak bisa memisahkan water break dari aspek komersial.Menelaah water break di IndonesiaBeranjak sejenak dari Indonesia, di Liga Primer Inggris pada akhir bulan Agustus 2015, pernah terjadi water break juga. Beberapa kesebelasan diberikan istirahat selama 90 detik saja setelah 25 menit pertandingan untuk rehidrasi ulang. Hal ini dilakukan karena suhu mencapai 30°C pada beberapa tempat di Inggris.Di Upton Park (London) misalnya, suhu mencapai 30°C saat West Ham United dikalahkan 4-3 oleh AFC Bournemouth. Namun di beberapa tempat lainnya, seperti di Norwich dan White Hart Lane (London), suhu hanya mencapai angka 28°C meskipun water break benar-benar dilakukan.Dari water break tersebut, banyak suporter yang protes karena hiburan siang hari mereka harus terpotong. Satu-satunya hal lucu yang terjadi pada saat water break itu adalah saat pemain Leicester City, Danny Drinkwater, beristirahat untuk meminum air ("drink water", dalam Bahasa Inggris, sesuai namanya).[Danny Drinkwater drinks water. Sumber: The Telegraph]Kembali ke Indonesia, sebelum disanksi FIFA, tentunya Indonesia adalah negara yang normal-normal saja dan memiliki kompetisi lokal. Sejak 1930, kompetisi domestik di Indonesia tidak mengenal adanya water break. Kecuali, ya tadi, jika ada kesebelasan asal Eropa yang datang dan bermain di Indonesia.Dilihat dari segi regulasi FIFA, terutama soal suhu, kota-kota penyelenggara Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman juga sebenarnya tidak ada yang masuk kepada kriteria yang harus diadakan water break. Misalnya saja, Bali memiliki rata-rata suhu 29,8°C, Bandung (Soreang) 23,5°C, Makassar 26,2°C, Malang 24,5°C, dan Sidoarjo 27°C.Menelaah acuan lain, jika tidak mau mengikuti standar 32°C dari FIFA, berdasarkan labor-regulation standard juga memiliki standar 30°C. Jadi, sebenarnya Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman tidak memenuhi kriteria FIFA untuk diadakannya water break.Namun, kita harus mengingat kembali bahwa penyelenggara kedua kejuaraan di atas adalah Mahaka Sport and Entertainment yang mana bukan berada di bawah kekuasaan FIFA. Jadi kesimpulannya, sah-sah saja diadakannya water break pada Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman.Saatnya water break, saatnya untuk iklan jugaJika kita bisa memaklumi water break dari Mahaka, kita juga harus bisa memaklumi bahwa water break tersebut juga dimaksimalkan untuk iklan demi iklan. Kejuaraan Piala Jenderal Sudirman misalnya, seluruh pertandingan pada kejuaraan tersebut ditayangkan oleh salah satu televisi swasta Indonesia.Tak heran jika pada setiap water break, tanpa basa-basi pertandingan di televisi langsung dialihkan ke beberapa iklan. Durasi iklan yang biasanya mencapai 30 detik akan membuat kita "dipaksa" menonton 10 iklan pada jeda 3 menit water break.Hal ini tidak lepas dari mahalnya biaya pelaksanaan kompetisi sepakbola yang melibatkan banyak sponsor, sehingga sponsor-sponsor tersebut juga menuntut hak mereka untuk beriklan sepanjang pertandingan, baik langsung di stadion maupun di televisi.Pertanyaan selanjutnya adalah, pantaskah hal tersebut? Apakah tidak terlalu berlebihan?Soal siaran di televisi, selain water break juga sebenarnya banyak iklan yang sudah dimaksimalkan di sepanjang Piala Jenderal Sudirman. Misalnya saja pada beberapa kesempatan akan muncul produk iklan sponsor pada bagian kiri atas layar televisi. Pada kesempatan lain juga kadang layar pertandingan sedikit mengecil sehingga menimbulkan ruang kosong di sekitar layar televisi yang dimanfaatkan untuk iklan.Ini mungkin berlebihan, tetapi pengiklanan semacam ini adalah salah satu bentuk dari promosi melalui acara olahraga (Baca juga: "Pengembangan Olahraga Melalui Promosi dan Manajemen pada Acara Olahraga") untuk meningkatkan brand awareness para konsumen, dalam hal ini adalah para penonton pertandingan Piala Jenderal Sudirman.Namun, jika kita melihat pengiklanan yang lebih umum di dunia sepakbola, kita sebenarnya bisa menemukan banyak hal. Ruang iklan atau advertising space dalam setiap pertandingan ternyata tidak sesempit yang kita kira.Ada banyak media untuk iklanSponsor sebenarnya memiliki banyak media untuk beriklan. Dalam sebuah jurnal berjudul "Selling Sponsorship FC" dari Esteve Calzada, ada setidaknya lima acara (event) yang bisa dimaksimalkan untuk iklan dari sponsor, antara lain ada event pertandingan, latihan, konferensi pers dan interviu, iklan langsung, dan melalui pemain.Pada pertandingan misalnya, sponsor sebenarnya bisa memanfaatkan setidaknya 10 media, antara lain papan iklan (adboard atau advertising board) di dekat lapangan dan di dekat tribun, pintu masuk pemain, bangku cadangan, papan skor stadion, 3D mats yang biasa di samping gawang, papan pergantian pemain, kanopi stadion, lampu stadion, dan seragam pemain.Kemudian pada saat latihan (pra-pertandingan) biasanya ada papan iklan khusus ditambah dengan baju latihan pemain yang memiliki sponsor yang berbeda dari baju pertandingan.Masuk lebih ke dalam lagi, saat konferensi pers dan interviu, sponsor bisa memasang iklannya di backdrop (latar belakang), mikrofon, kamera utama, sampai botol air minum.Selanjutnya untuk dua yang terakhir, bentuk iklan yang dihasilkan adalah iklan yang dibangun dari luar pertandingan, seperti iklan langsung melalui majalah, website, media sosial, dan endorsement individu maupun kelompok.Melihat banyaknya potensi media untuk sponsor di atas, rasanya sudah lebih dari cukup bagi kita untuk melihat iklan demi iklan pada sebuah pertandingan sepakbola. Apalagi jika harus “dikorbankan” dengan water break.Namun, kembali ke inti pembicaraan kita kali ini, Piala Presiden maupun Piala Jenderal Sudirman bukan berada di bawah kuasa FIFA. Jadi, apapun keputusan yang Mahaka ambil terkait water break salah satunya, adalah sesuatu yang sah-sah saja.Lagipula jika kita melihat lebih seksama, melihat kepada tingginya biaya untuk melangsungkan sebuah kompetisi, kita pastinya akan banyak berterimakasih kepada mereka yang menyeponsori Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman. Iklan demi iklan itulah, yang sering muncul saat water break juga, yang menjadi konsekuensi dari sponsor.Jadi, water break memang bukan hanya menghapus dahaga para pemain dan ofisial, tetapi water break juga secara tidak langsung bisa menghapus dahaga masyarakat Indonesia yang sudah haus akan tontonan sepakbola domestik.====* Penulis biasa menulis soal sport science untuk situs @panditfootball, beredar di dunia maya dengan akun @dexglenniza